Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

#3 MASIH TENTANG PERUBAHAN LOGO KABUPATEN MAJENE (Thamrin Uwai Randang)

MASIH TENTANG PERUBAHAN LOGO KABUPATEN MAJENE
Thamrin Uwai Randang
Penggiat Literasi/Pemerhati Budaya Majene, 21 Februari 2022
#3 MASIH TENTANG PERUBAHAN LOGO KABUPATEN MAJENE (Thamrin Uwai Randang)

Sejak bergulirnya isu perubahan logo Kabupaten Majene hampir 2 pekan terakhir menimbulkan polemik pro dan kontra dikalangan masyarakat kabupaten Majene. Perubahan logo yang di inisiasi oleh Mantan Ketua DPRD Kabupaten Majene sekaligus ketua MSI Sulawesi Barat Drs. Darmansyah, M.Hum, Tokoh masyarakat Majene sekaligus Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat Periode 2019-2024 H. Kalma Katta, S.Sos.,MM serta Tokoh Masyarakat Majene H. Saggaf Katta telah memantik perhatianj banyak kalangan bukan hanya masyarakat secara umum tapi juga beberapa kalangan budayawan dan pemerhati sejarah dan Budaya di Kabupaten Majene dan Polman. Tak Pelak Antropolog dan sastrawan Bustan Basir Maras yang secara tegas menolak perubahan logo kabupaten Majene dengan asumsi bahwa logo tersebut merupakan symbol historis Majene sebagai Afdeling Mandar, Ibukota Mandar lama dengan segala penciri kota tuanya, selain itu belum ada hal urgen yang mesti menjadi pertimbangan sehingga logo tersebut harus di ubah apalagi dalam kondisi awal pemerintahan bupati baru yang baru seumur jagung yang mestinya program yang dilakukan adalah persoalan mendasar dimasyarakat seperti kebutuhan pasca gempa di Malunda termasuk beberapa program yang sedikit terbengkalai dan mesti menjadi prioritas bupati yang baru terpilih.

Penggiat budaya dan penggiat literasi Sulbar bang Muhammad Ridwan Alimuddin juga sempat memberikan narasi dalam beberapa tulisannya tentang model dan bentuk logo yang baru dan lama beliau beranggapan bahwa pemaknaan dalam setiap item logo yang mau dirubah sangat subyektif karena apabila pemakanaan yang dimaksud oleh pak Darmansyah adalah persoalan menyesuaikan logo dengan realitas kekinian itu juga ambigu, artinya tidak konsisten dengan apa yang ingin dirubah dengan pemkanaan yang dimaksud dari unsur logo yang ingin dirubah. Yang kedua unsur-unsur yang ingin dirubah hanya melakukan perubahan letak saja sehingga unsur filosfis dan unsur seninya bisa saja bias.

Berkenaan dengan hal tersebut kami selaku penggiat budaya setelah mempelajari Perda Kabupaten Majene Nomor 3 Tahun 1979 tentang lambang daerah, Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 Tahun 2007, Undang-undang RI Nomor. 15 tahun 2019 dan UU RI Nomor 12 tahun 2011 maka kami

berpendapat bahwa ada tiga hal sehingga perubahan logo ini bisa dilakukan Pertama, melalui program legislasi, yang kedua berkenaan dengan sesutu hal yang mendesak dan urgen dan yang ketiga adalah usulan dan aspirasi masyarakat. Sejak bulan desember 2021 sampai Februari 2022 bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh staf khusus Bupati Majene bapak Drs. Darmansyah, M.Hum belum pernah dilakukan usulan oleh pihak Eksekutif kepada pihak legislatif berkenaan dengan usulan perubahan logo kabupaten Majene artinya ini dilakukan oleh pribadi pak Drs. Darmansyah atau memang sudah mendapat restu dari Pemerintah Kabupaten Majene karena jika tidak maka akan merugikan Bupati Majene dan Wakil bupati Majene yang baru seumur jagung memerintah. Harapan masyarakat bagaimana pemerintahan yang sekarang lebih memperhatikan pelayanan dan kebutuhan mendasar masyarakat berkenaan kebutuhan sembako, Reformasi birokrasi dan penanganan Sampah, Tata kota yang terus mengalami pembangunan yang mesti memperhatikan dampak lingkungan dan Hutan kota semakin habis dikarenakan pembangunan Rumah tinggal dan kos-kosan, Pengembangan ekonomi kerakyatan, tentang pendidikan di Majene yang belum jelas arahnya serta yang utama adalah kebutuhan masyarakat pasca Gempa di Malunda dan Ulumanda.

Dalam paparan pak Darmansyah disampaikan bahwa perlu adanya perubahan model logo Kabupaten Majene selain satu-satunya yang tidak mempunyai semboyan juga bentuk sudah tidak sesuai dengan makna, filosofis realitas hari ini. Beberapa hal yang menjadi pokok perubahan yang beliau sampaikan diantaranya adalah :

1. Gambar daun kelapa 20 lbr adalah 20 desa 1979 sekarang 82 Desa

2. Gambar burewe (Mayang) kelapa berjumlah 126 kampung sekarang mengalami pemekaran.

3. 4 kotak lambang merah putih hijau dan biru adalah 4 kecamatan kita akan ubah menjadi kepemimpinan tradisional di Majene, yakni Kerajaan Banggae, Pamboang, Sendana dan Komunitas Adat Lalikang Tallu serta Ulumanda

4. Penambahan semboyan ASSAMALEWUANG

5. Mengganti Burewe daun kelapa dengan Kapuk dan Padi

6. Menambah simbol sa’be Mandar

7. Mengganti Perisai dengan Punggung Penyu

8. Penggunaan Katoang sebagai simbol tanah

9. Penambahan gambar buku pada logo sebagai simbol Majene sebagai kota pendidikan.

#3 MASIH TENTANG PERUBAHAN LOGO KABUPATEN MAJENE (Thamrin Uwai Randang)

Apabila sosialisasi yang dilakukan oleh kanda Darmansyah adalah bentuk menampung aspirasi masyarakat untuk merubah logo kabupaten Majene itu adalah kekeliruan karena yang seharusnya dilakukan sebagai staf khusus adalah mengusulkan kepada DPRD tentang perubahan PERDA Nomor 3 tahun 1979 dengan membentuk Tim Kajian apa untuk merubah atau tidak perda tersebut termasuk melalui FGD dengan berbagai kalangan. Apabila alas an tersebut dapat diterima oleh legislatif maka Pemda bisa melakukan sayembara tentang logo dan perubahannya. Tapi menjadi sesuatu yang ganjil dengan atas nama pribadi menyurat kepada pemda dan secara lisan meminta bantuan agar difasilitasi untuk melakukan sosialisasi meskipun belakangan diralat dengan nama KONSULTASI PUBLIK.

= BACA JUGA =

Apapun bentuknya melakukan blusukan hampir keseluruh kecamatan hanya untuk menerima saran bentuk logo kami anggap itu terlalu berlebihan, apalagi harus meminta bantuan Sekda Provinsi untuk bertemu masyarakat Majene yang tinggal di Mamuju untuk sosialisasi perubahan logo Majene. Hal ini hanya menjadi sebuah safari politik belaka padahal lebih banyak hal urgen yang mesti didengarkan dari masyarakat berkenaan dengan sosial

kemasyarakatan. Kalaupun harus dilakukan perubahan mestinya narasi dalam perda literasi yang dirubah diantaranya :

1. 4 warna yang yang melambangkan 4 kecamatan, warna merah, putih, biru dan hijau. Ada baiknya warna merah dan putih dilambangkan NKRI dan warna Biru dan hijau adalah potensi alam bahari dan agraris. Hal ini mesti dilakukan karena tidak jelas alasan pewarnaan setiap kecamatan kenapa merah, putih, biru dan hijau untuk setiap kecamatan.

2. Slogan dan Motto mungkin perlu penyesuaian tapi nda mesti dituliskan dilogo.

3. Bentuk perahu memerlukan kejelasan gambar perahu olang mesa atau perahu.

3 hal tersebut bisa dilakukan perubahan dalam PERDA tapi nda mesti dilakukan perubahan total logo sampai harus merubah keseluruhan bentuk karena ini adalah cikal bakal historis Majene dikala terbentuknya. Narasi perda bisa berubah tanpa harus meubah logo secara keseluruhan dan ini tidak mesti melibatkan banyak orang sampai satu kabupaten bahkan sampai ke Mamuju itu namanya kampanye. Tim Ahli yang di SK kan oleh pemda bisa melakukan FGD untuk melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk hal ini sehingga tidak perlu membuang tenaga dan pikiran kita hanya untuk berdebat tentang logo Majene yang memiliki kekhasan karena apa? hanya Majene yang belum pernah melakukan pemekaran dan itulah penciri historis kota tuanya, Afdeling Mandar adalah Majene.

Selanjutnya tentang pemaknaan yang diungkapkan oleh Pak Darmansyah tentang penggantian Burewe dan daun kelapa yang sudah tidak sesuai dengan kondisi hari ini, perlu dipahami pohon kelapa adalah pohon kehidupan dimana semua bagian pohon kelapa bisa di manfaatkan oleh manusia ponna simemangan bukan hanya Majene sebagai sentra penghasil kelapa terbesar di Sulawesi tapi filosofi makna dari kelapa itu. Dan tidak perlu diganti dengan padi dan kapuk hanya karena itu ada didaerah Majene. Kalau kita memahami seperti itu maka masukkan juga yang lain seperti ubi, jagung, tui-tuing juga kalau perlu karena sebenarnya sudah ada dalam latar 2 warna Biru dan Hijau Bahari dan agraris. Kemudian simbol punggung penyu yang katanya tempat pelantikan raja, jika melihat gambar 3 gunung itu sudah mewakili sejarah tradisional Mandar Polewali, Majene dan Mamuju. Berkenaan pelantikan raja di pamboang ada namanya Batu pelantikan di Pallarangan, di Mamuju ada ceritanya Ketika Raja Mamuju dilantik diatas punggung kerbau maka Botteng berada diatas tanduk kerbau. Artinya pelantikan Raja diatas punggung penyu itu agak lemah sumbernya karena umumnya menggunakan kerbau.

Kami semua ingin menyampaikan bahwa

1. Ada baiknya isu perubahan logo ini dihentikan karena bisa berakibat blunder dan merugikan pemda Majene yang sebenarnya belum melakukan pengajuan perubahan terhadap PERDA No.3 tahun 1979 tentang lambang Daerah Kabupaten Majene. Karena ternyata wacana perubahan ini adalah gagasan pribadi bapak Darmansyah selaku masyarakat biasa, bukan sebagi Staf Khsusus Bupati Majene, Ketua MSI Sulbar dan sebagai Ketua Partai Nasdem Majene. Apalagi melakukan sosialisasi atau diralat kemudian oleh beliau bukan sosialisasi tapi konsultasi publik yang dijadikan sebagai bentuk penelitian termasuk menjadikan wacana media sosial yang terus berkembang sebagai sumber penelitian padahal mestinya melalui metodologi penelitian yang akademik.

2. Apabila PEMDA Majene menganggap isu ini urgen untuk ditindak lanjuti maka silahkan bentuk tim Kajian untuk kemudian disusulkan ke DPRD untuk ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku termasuk didalamnya sayembara dan sosialisasi jika diperlukan.

3. Apabila akan dilakukan perubahan pada PERDA No.3 tahun 1979 maka silahkan adakan perubahan pada narasi perda tanpa harus dilakukan perubahan logo yang dianggap memiliki nilai sejarah dan dianggap menjadi simbol Majene dengan kota tuanya.

Kami hanya memberikan masukan selebihnya Palu kuasalah yang menentukan, harapan kita semua adalah bahwa slogan Majene rumah kita menjadi rumah kita semua bukan rumah segelintir orang demi kesejahteraan masyarakat kabupaten Majene yang kita cintai. Amin.

Wassalamu Alaikum wr wb

👉📃Sumber Tulisan : Bapak Thamrin Uai Randang

Post a Comment for "#3 MASIH TENTANG PERUBAHAN LOGO KABUPATEN MAJENE (Thamrin Uwai Randang)"